berbagi cerpen ni semoga bermanfaat.:)
PERAIH MIMPI
Tak terasa Negeri kita tercinta ini sudah lama
merdeka. Walaupun sudah merdeka tapi saya tetap miris melihat kemiskinan yang
makin parah,apalagi pejabat yang korup kini makin tak terarah. “Dito..... Dito.” Amir
memanggilku ditengah lamunanku, “Eh Amir , ada perlu apa mir ? .” Jawabku dari
daun pintu. Saat itu Amir berdiri di depan rumahku. “Aku mau minta bantuan kamu
Dit, hehehe .. biasa mengerjakan PR, bolehkan Dit ?” . Amir memang punya
kebiasaan seperti itu, setiap ada PR pasti ia datang ke rumahku, apalagi kalau
PR tentang IPS. “Kamu ini Mir... ya udah sini masuk .” ucap saya seraya
tersenyum. Sore itu saya bersama Amir mengerjakan tugas sekolah bersama. Nah
ditengah perbincangan kami tentang tugas , tiba-tiba Amir bertanya “ Dit,
menurut pendapat kamu Indonesia ini sudah merdeka belum?.” “ Hahahaha....
tumben Mir kamu bertanya kritis, lagi dapet angin apa Mir ?.” jawabku dengan
sengaja menggoda Amir. “Ih kamu ini Dit,, bukannya dijawab malah ditertawakan.”
Jawab Amir dengan kesal. “ ya jangan marah
Mir, aku kan bercanda. Aku jawab nih, menurut aku Indonesia itu belum
merdeka, coba kamu lihat kemiskinan, kebodohan , dan pengangguran sekarang ini
malah makin menjadi. Yah nggak ? .” jawabku santai. “ Oh iya yah... “ jawab
Amir . Tak terasa jam dinding di rumahku sudah menunjukan pukul 18.00 WIB. Maka
Amir pun berpamitan untuk pulang.
“Kringggggg......kringggg “. Bunyi suara alarm
bersautan dengan suara adzan dan suara kokok ayam, aku pun segera bangun
walaupun rasanya mata ini sulit sekali untuk dibuka. Pagi itu setelah solat
subuh aku segera bergegas ke kamar mandi ,dan bersiap untuk sekolah. Setelah
berpamitan pada Ayah dan Ibu , aku segera ke rumah Amir untuk mengajaknya
berangkat sekolah bersama. Tak sampai ke rumahnya , aku bertemu Amir di jalan
dan akhirnya kita pun berangkat sekolah bersama. Sampailah kami berdua ke
sekolah, kami pun masuk ke kelas. Pelajaran hari itu sangat membosankan,
mungkin karena gurunya yang gak rame, ditambah dengan cuaca yang panas, rasanya
aku ingin terjun ke kolam renang atau masuk kulkas biar fresh. “ Heuh , kapan
berakhir pelajaran ini! “ gerutuku dalam hati. Tiba-tiba pandanganku mengarah
ke jendela sisi kanan kelasku yang letaknya di pinggir jalan, aku melihat
seorang anak ya mungkin seusiaku , ia tampak sedang menyimak pelajaran dari
luar sana. Ketika pandanganku searah dengan pandanganya, ia lari seperti orang
ketakutan. “Siapa ya dia ? Mengapa lari ketakutan seperti itu ? Mungkin ia malu” pikirku. Tetttt.... bel
pulang pun terdengar nyaring maklum kelasku berdekatan dengan ruangan
Guru. Aku pun segera pulang,
diperjalanan aku masih saja memikirkan anak lelaki tadi yang ada di jendela
kelasku itu , dan aku berniat untuk mencarinya .
Minggu pagi aku pun segera bergegas ke rumah Amir ,
diperjalanan langkahku terhenti saat sekilas aku lihat seoranng anak yang
pernah aku lihat satu minggu yang lalu , di jendela kelas ku itu. Aku pun
segera memanggilnya .” Hei.. heii kamu , kamu yang memakai kaos hitam hei ..”
teriakku dari kejauhan. Anak itupun menoleh dan melihat kearahku. Ku pikir anak
itu akan menumui ku ,eh dia malah lari lagi.Hari itu aku mengurungkan niatku
untuk ke rumah Amir, akhirnya aku pulang ke rumahku lagi.
Satu minggu
berlalu dari kejadian saat aku sekilas melihat dia, pikiranku masih dibayang-bayangi
rasa penasaran. “ Siapa ya dia ? Mengapa selalu menghindar ? Padahal kan aku
hanya ingin kenal dia.” Kata-kata itu
yang selalu berkecamuk dalam pikiranku. “ Brakk... “ Seketika lamunanku
terusik oleh suara diujung koridor kelas, aku pun segera berlari dan melihatnya
ternyata tidak ada apa-apa. Lamunanku mulai melayang ke anak yang muncul di
jendela itu. “ ahhhhhh....... kenapa coba harus dibayang-bayangi dia terus !”
seruku dalam hati.
“ Dit, kamu kenapa ? kok akhir-akhir ini sering
melamun ?” tanya Amir penasaran. “ Eh,, gak apa-apa kok Mir,” jawabku ragu.
“Jangan bohong Dit, aku tau kamu Dit ! kamu gak mungkin bersikap seperti ini
kalau gak lagi ada masalah.” Desak Amir makin penasaran. “ Eh Mir dua minggu
yang lalu kamu lihat anak lelaki yang megintip dibalik jendela gak? Aku itu kepikiran
dia terus ” . Sejenak Amir terdiam
seperti yang sedang mengingat sesuatu . “ Oh iyah aku ingat.. kalau itu sih aku
kenal ! dia tinggal disekitar rumahku yah sepertinya dia warga baru.” Kata Amir
santai. “ Kok kamu baru cerita si Mir!, pantas saat aku mau ke rumahmu aku
melihat dia di jalan dekat rumahmu.”
“Salah kamu sendiri gak cerita sama aku, kamu mau
kenal dia ?” seru Amir . “ Iya Mir “ jawabku senang. “ ya udah ayo kita ke
rumahnya.” Aku dan Amir berangkat ke rumah anak itu , sesampainya disana aku
dan Amir dikejutkan dengan suara barang yang seperti dilempar
“brangggg,,,brakkkkk,,,brukkkk trangggg “ dan aku mendengar suara orang ribut .
“wah jangan-jangan pemilik rumah ini sedang ribut” pikirku dalam hati. Aku dan
Amir pun mengurungkan niat untuk mengetuk pintu rumah itu, dan kami pun
akhirnya pulang.
Dua hari berlalu, aku dan Amir kembali ke rumah itu.
Sore itu kebetulan pemilik rumah sedang ada di halaman rumahnya. “
Assalamualaikum ...” ucapku dan Amir. “Waalaikumussalam.... “ jawab anak lelaki
itu seraya tersenyum. “ Ada perlu apa ya ? “ tanyanya ramah. “ Oh tidak kita
hanya ingin kenal kamu saja lagian kitakan satu lingkungan masa tak saling
mengenal .” jawabku. Sore itu akhirnya aku, Amir dan Doni mulai berteman baik. Aku pun mulai bertanya
tentang mengapa dia saat itu mengintip dijendela kelas, lari saat melihat aku ,
dan segala hal yang ada di pikiranku tentang dia aku tanyakan. Dan jawaban dia
hanya satu dia ternyata malu. Dia pun mulai bercerita tentang keluarganya ,
keadaan orang tuanya yang dulu Ayah nya itu adalah salah seorang pejabat namun
karena tersangkut kasus, keluarga mereka pun menjadi berantakan . Kehidupan
mereka pun berubah derastis. Ayah nya menjadi pengangguran, Ibunya menjadi
buruh cuci, dan dia pun jadi putus sekolah akibat kejadian itu. Dia malu kalau
harus melanjutkan sekolah , dia tak menyebutkan alasan mengapa dia malu. Dia
juga bercerita baru kali ini dia memberanikan diri menerima teman dan mau
berbicara tentang keluarganya, karena setelah kejadian itu semangat dia
tiba-tiba padam dan menurut dia saat pertama kali melihat aku dan Amir entah
kenapa hatinya tiba-tiba tergerak untuk menerima aku dan Amir. Namun aku
melihat suatu trauma berat dalam wajah dia ,” Sepertinya aku harus bantu dia
dengan mendatangkan saudaraku yang Psikolog itu, mungkin dia akan terasa
terbantu dan bisa menumbuhkan semangatnya lagi “ pikirku dalam hati. Sore itu kedekatan terjalin diantara kita
bertiga , tak terasa adzan magrib telah berkumandang aku pun bergegas pulang.
Mulai saat itu kami bertiga sering bermain bersama,
dia pun makin sering bercerita tentang keluarganya. Dan aku lihat semangat dia
mulai tumbuh lagi. “ Ternyata tanpa Psikolog pun semangat dia mulai tumbuh lagi
.” ucapku senang dalam hati. Aku dan
Amir sering memotifasi dia untuk terus semangat . Namun hatinya belum tergerak
untuk melanjutkan sekolah kembali, padahal ia sudah tertinggal satu tahun. Ia
malah memilih berjualan dibanding sekolah. Aku dan Amir pun selalu berupaya
membujuknya untuk sekolah kembali.
Dua minggu berlalu setelah usahaku dan Amir untuk
membujuknya sekolah selalu gagal. Namun entah kenapa sore itu dia berkata “
Dit, Mir aku mau sekolah seperti kalian , aku terharu melihat kegigihan kalian
dalam membujukku untuk kembali sekolah “ ucapnya sambil mentikan air mata . “
Kamu serius ? “ jawabku dan Amir bahagia dan tak
percaya. “ Iya aku serius .”
pungkasnya tegas. Esoknya dia pun mendaftar ke sekolah tempatku belajar dia
duduk dikelas 8 padahal harusnya dia satu kelas bersamaku dikelas 9, namun
karena tertinggal satu tahun yah terpaksa dia harus mengulang lagi.
Satu semester sudah ia jalani , ternyata dia adalah
anak yang pintar dia pun sering mendapat penghargaan dan dia pun menjadi juara
kelas. “ Wah selamat yah, atas keberhasilannya coba kalau dari dulu kamu
sekolah , mungkin prestasi kamu lebih banyak dari sekarang.” Kataku bahagia. “
Ah kamu ini jangan berlebihan memujinya, kalau bukan karena kamu mungkin
semangatku tak akan tumbuh lagi dan mungkin akan terkubur terus , terimakasih
yah sudah jadi teman baikku .” ucapnya penuh haru. “ Iyah sama-sama , sebagai
makhluk hidup kan kita harus saling membantu, bukannya begitu ?” . Dia hanya
tersenyum menjawab perkataanku. Dari arah mading Amir berlari mendekati aku
yang sedang berdiri didepan kelas. “Dit ... Dittt.... Ini ada lomba tentang
karya ilmiah hadiahnya lumayan loh! Bagaimana kalau kita bertiga ikutan ? “
ucap Amir . “Ide bagus tuh , ayo Dit kita ikutan siapa tau dan siapa sangka
kita keluar menjadi pemenang . “ kata Doni penuh semangat. “ Hmmm.... baiklah aku setuju”
jawabku sambil tersenyum.
Karya ilmiah kami pun telah dikirim sudah satu
minggu belum ada kabar apapun. Kami bertiga sangat risau menunggu pengumuman
kejuaran itu. Dan pada Kamis pagi kami menerima surat dari Kantor Pos , segera
kami buka surat itu dan alhamdulillah ternyata kami keluar menjadi pemenang,
saat itu hadiahnya adalah uang tunai. Dan kami bertiga pun setuju untuk
menggunakan uang tunai itu sebagai modal membentuk taman baca kecil yang diperuntukan untuk
anak-anak tidak mampu. Dan taman baca itupun terwujud, setiap hari Sabtu dan
Minggu kami bertiga rutin mengadakan taman baca tempatnya di taman komplek
rumah kami, kami sering mengumpulkan anak-anak disitu.
Satu tahun kegiatan ini berjalan, kami pun telah
lulus SMP dan pertambahan bantuan datang
dari mana-mana untuk taman baca kecil kami ini. Ada yang dari Kakak-Kakak
Mahasiswa, dari Yayasan dan dari Masyarakat sekitarpun sangat mendukung
kegiatan kami ini. Aku kini duduk di SMA begitu pun Amir. Dan Doni pun sama dia mendapatkan percepatan masa
belajar, jadi Doni dan aku sama-sama SMA.
Di sekolah baru kami , kami bertiga semakin mengembangkan pola pikir kami,
sehingga kami selalu dikenal murid yang selalu berprestasi.
Suatu sore saat kami bertiga sedang mengerjakan
tugas bersama tiba-tiba Amir berkata.”Teman-teman semoga yang kita lakukan ini
memberi manfaat untuk semua dan semoga tak berakhir sampai disini.” Ucap Amir
serius “ Ya iya lah Mir apa yang kita bangun saat ini bukan hanya untuk masa
sekarang, tapi untuk masa yang akan datang semoga Indonesia lebih baik ,” ucap
Doni lebih serius. Aku hanya terdiam dan terpesona
oleh sikap Amir yang semakin baik dibanding saat masa SMP. Sekarang dia lebih
rajin, dan selalu kritis dalam menanggapi segala hal. Aku sangat bersyukur
melihat perubahan teman-temanku yang menjadi lebih baik.
Tak terasa aku , Amir dan Doni sudah lulus dari SMA kami bertiga hanya
menempuh dua tahun waktu belajar di SMA. Kami bertiga diterima di Perguruan
Tinggi Negeri yang sama. Aku mengambil jurusan tentang kedokteran, Amir memilih
Fk. Ekonomi dan sementara Doni memilih menjadi seorang guru. Jurusan yang kami
ambil sederhana tapi kami berharap bisa bermanfaat kelak. Kami bertiga bertekad
untuk menjadikan Indonesia bangsa yang makin cerdas, bangsa yang kuat dan
bangsa yang bersih dari korup,kemiskinan dan pengangguran. Entah kenapa tekad
kami bertiga sangat sama kuat.
Hingga lulus kuliah kami masih berteman baik, bahkan
kini aku telah membuka klinik dan setiap hari jum’at aku membuka pengobatan
gratis. Amir menjadi Menteri perdagangan. Dan sahabatku yang satu lagi menjadi
seorang Dosen di salah satu Perguruan Tinggi Negeri.
Karya : Devi Anggraeni
Comments
Post a Comment